Selasa, 09 Oktober 2012

DOA BAPA KAMI

mari menyanyikan DOA BAPA KAMI 






mp3 DOA BAPA KAMI dapat diunduh di http://www.4shared.com/get/1dI_6BqE/doa_bapa_kami_versi_gki_petero.html


Bagaimana menyanyikan MAZMUR Tanggapan ?


BAGAIMANA MENYANYIKAN MAZMUR TANGGAPAN ?

Seiring dengan dipergunakannya leksionari dalam Kebaktian Minggu GKI, dimana setelah Bacaan Pertama umat diminta merespon atau menanggapi dengan sebuah Mazmur. Bagaiman menyanyikan MAZMUR Tanggapan ?

1.   Kenalilah pola nyanyian Mazmur ini.
Pada umumnya terdiri dari:
•   Refrain : bagian ini memakai melodi sederhana dan akan dinyanyikan bersama oleh umat. Refrain merupakan respon umat dimana teksnya diambil dari ayat-ayat Mazmur yg diberi penekanan atau dipandang tepat sebagai respon. Umat akan menyanyikan refrain di awal lagu, di antara bait-bait lagu, dan di akhir lagu.
•   Bait : bagian ini memiliki pola melodi yang lebih kompleks dan akan dinyanyikan oleh cantor. Seorang cantor bisa jadi adalah solis yg ditunjuk secara khusus, Pemandu Nyanyian Jemaat, atau solis yg dipilih dari anggota Paduan Suara.

2.   Mengingat setiap minggu umat akan berhadapan dengan refrain mazmur yg baru, maka umat perlu diajari bagaimana menyanyikan refrain mazmur-mazmur ini. Hal ini dapat dilakukan dengan:
•   Mengajarkan kepada umat 10-15 menit sebelum kebaktian dimulai. Ajarkanlah hanya bagian refrain-nya. Mengingat melodinya sederhana, refrain cukup dinyanyikan berulang sebanyak 3-4 kali.
•   Mengajarkan kembali kepada umat ketika Mazmur dinyanyikan.
     Caranya dengan memberi kesempatan pada cantor untuk menyanyikan terlebih dulu refrain mazmur satu kali sebagai contoh. Baru kemudian seluruh umat menyanyikan refrainnya, disusul dengan cantor yg menyanyikan bait-baitnya secara bersahutan dengan refrain yg dinyanyikan oleh umat.
•   Cantor menyanyikan refrain dengan microphone hanya ketika memberi contoh kepada umat. Setelah itu, ketika umat menyanyikan refrain, hendaknya cantor tidak menyanyi di depan microphone, agar suaranya tidak dominan. Dengan demikian nyanyian mazmur ini akan benar-benar terdengar bersahut-sahutan antara cantor dengan umat.

3. Buku Nyanyian Mazmur ini ditujukan bagi para pelayan musik, utamanya pemusik dan cantor/cantoria. Oleh sebab itu ditulis notasi lengkap untuk untuk cantor beserta akor keyboard.  Karena umat hanya menyanyikan bagian refrain, jika hendak memperbanyak nyanyian ini dan menyisipkannya ke dalam Warta Jamaat, melodi pada bait-baitnya dan juga akornya tidak perlu dituliskan.*

 (dikutip dari buku “Nyanyian Mazmur Tahun B  Agustus-November 2012” Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, 2012. Untuk mengakses contoh rekaman audio dari nyanyian mazmur tanggapan ini, silakan mengunjungi situs www.juswantori.com).

MAZMUR dalam IBADAH


MAZMUR dalam IBADAH 

Penggunaan kitab Mazmur sebagai buku nyanyian telah dikenal sejak jaman Perjanjian Lama sampai kini. Menyanyikan Mazmur dipandang sebagai hal penting dalam ibadah, seperti diungkapan oleh tokoh gereja, John Chrysostom (347-407 M) yang mengatakan bahwa Mazmur itu menyenangkan, berguna, kudus dan merupakan dasar filosofi, karena syairnya membersihkan jiwa dan Roh Kudus menyentuh orang yang menyanyikannya. Martin Luther pun menyatakan bahwa, Mazmur yang syair-syairnya penuh kata-kata yang dipakai orang-orang kudus untuk menyapa Tuhan, membuat mereka berbicara kepada Tuhan dengan nada dua kali lipat lebih kuat dari pada  bila memakai kata kata mereka sendiri.

Kitab mazmur dapat dipakai sebagai materi/ dasar pemberitaan Firman, namun dapat pula dipakai untuk berdoa. Cara yang paling efektif dan lazim untuk memakai mazmur untuk berdoa adalah dengan menyanyikannya.

Menyanyikan Mazmur bukanlah hal baru di GKI. Telah lama kita mewarisi Nyanyian Mazmur Jenewa (Genevan Psalter) yang dulu dimuat dalam buku “Mazmur dan Nyanyian Rohani.” Sebagai karya musik yang telah berusia lebih dari lima abad dan dipakai luas di Gereja-gereja Reformasi, Mazmur Jenewa memiliki tempat yang tidak tergantikan dalam khasanah nyanyian jemaat dan masih layak dipergunakan dalam Kebaktian Minggu, sekalipun banyak jemaat kini tidak lagi memakainya.

Seiring dengan dipergunakannya leksionari dalam Kebaktian Minggu GKI, dimana setelah Bacaan Pertama umat diminta merespon atau menanggapi dengan sebuah Mazmur, dibutuhkan jenis nyanyian Mazmur agar jemaat dapat merenungkan keindahan syairnya, kemudian memberi respon dengan menyanyikan refreain, misalnya. Nyanyian Mazmur tanggapan (responsorial psalm) yang digubah khusus untuk merespon Bacaan Pertama. Penggubahan nyanyian mazmur tanggapan ini untuk melengkapi atau memperkaya koleksi nyanyian Mazmur yang telah kita miliki sejak lama. Menyanyikan Mazmur menjadi sangat indah jika pujian ini menjadi tanggapan jemaat akan pembacaan Firman Tuhan. Dengan demikian akan membawa pengaruh yang besar bagi jemaat yang akan terus menggema didalam sebuah pujian.

Menyanyikan mazmur dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1.  Responsorial, yaitu dengan cara teks mazmur dinyanyikan secara berbalasan antara cantor (pemimpin) dengan jemaat.
2.  Mendaras (chanting), cara ini dinyanyikan berbalasan antara cantor dan jemaat sesuai dengan pola nada, dimana syair mazmur diberi tanda notasi yang biasanya terdiri dari 4 atau 8 nada,kemudian dinyanyikan secara berbalasan. Kelehihan dari mendaras ini adalah kita tidak perlu mengubah teks mazmur. Kalimat yang pendek maupun panjang dapat dinyanyikan hanya dengan 4 nada.
3. Metrikal Psalm, cara ini syairnya diolah menjadi puisi bermetrik (memiliki jumlah suku kata dengan pola tertentu ditiap baitnya)
4.  Metrikal-Responsorial. Dengan cara teks mazmur dibuat menjadi nyanyian bermetrik (seperti Mazmur Jenewa) namun diberi refrain. Cantor menyanyikan teks Mazmur bermetrik, lalu umat merespon dengan menyanyikan refrain pendek.

(Dikutip dari buku “Musik dalam Ibadah” Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI, 2012)


FOTO KELUARGA dalam rangka Bulan Keluarga 2012 GKI TME


Dalam rangka Bulan Keluarga Tahun 2012 GKI Taman Majapahit mengadakan Foto Keluarga. Dan pada kesempatan ini kami tampilkan beberapa keluarga yg sudah ambil bagian dalam acara foto keluarga tsb.



















Bulan Keluarga GKI TME 2012

BULAN KELUARGA GKI TAMAN MAJAPAHIT TAHUN 2012
"INDAHNYA PERSAUDARAAN DALAM IKATAN KASIH"


MENGHAYATI IBADAH : SEBUAH PENJELASAN DAN KERINDUAN

Kasihilah Tuhan Allahmudengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu…
- Yesus Kristus

Firman, yang diucapkan Tuhan kita Yesus Kristus, ini sebenarnya mau menegaskan bahwa kehidupan ibadah kita - sebagai tanda kasih kita kepada-Nya yang telah mengasihi kita terlebih dahulu - harus dilakukan dengan melibat keseluruhan aspek hidup kita sebagai manusia, baik aspek yang bersifat immateri maupun yang bersifat materi. Ibadah-ibadah yang selama ini kita lakukan banyak menyentuh aspek-aspek kognisi ( pikiran ) dan emosi ( perasaan ), dan itu memang berarti melibatkan aspek kehidupan kita yang bersifat immateri. Secara kognisi, melalui pelayanan firman dengan penggalian Alkitab secara mendalam serta penyampaian pemahaman iman yang sistematis, kita diajak untuk memikirkan dan memikirkan ulang makna firman Tuhan dalam hidup kita serta bagaimana mengaplikasikannya dalam hidup keseharian kita sebagai orang-orang Kristen. Demikian pula secara emosi, melalui usaha untuk menyanyikan lagu-lagu pujian dengan cara yang benar dan dengan menghayati kalimat demi kalimat dalam bait-bait lagu itu, perasaan kita disentuh. Kita diingatkan kasih kasih Kristus dan di sana kita terharu, kita diingatkan akan keberdosaan kita dan di sana kita berduka cita. Juga melalui kisah-kisah inspiratif sebagai ilustrasi inti pelayanan firman, kita dibuat tertawa lucu, menangis haru, dan tergugah sebab kisah-kisah tersebut mnyentuh afeksi dan emosi kita.

Ya! Dari aspek yang bersifat immateri, ibadah-ibadah kita telah menyentuh pikiran dan hati kita, namun bagaimana dengan aspek yang bersifat materi? Apakah ada bagian dalam ibadah kita yang sudah menyentuh aspek tersebut? Jawabnya, ada, namun minim sekali. Aspek materi, dalam hal ini tubuh kita, “tersentuh” oleh bagian-bagian dalam ibadah kita dalam gesture ( baca: gerak tubuh ) dan oleh karena itu mari kita melihat gesture apa saja yang telah kita lakukan dalam ibadah-ibadah kita: berdiri, duduk, memejamkan mata, berlutut, mengangkat tangan, melipat tangan, bertepuk tangan dan menengadahkan tangan. Masih adakah yang lain? Kalaupun ada, tampaknya tidak banyak lagi, dan itu pun tidak setiap hari Sabtu atau Minggu kita lakukan, selain memang gestures itu tadi masih bersifat statis, dengan kedua kaki masih berada pada sikap tegak atau hormat.

Dalam Alkitab, gerakan tubuh ( baca: tarian liturgi ) sebenarnya dipakai para tokoh Alkitab untuk “berjumpa dengan Allah”. Kita lihat tokoh Daud, dia banyak menggunakan bahasa tubuh untuk beribadah kepada Allah. Ia menari-nari di hadapan Allah ( coram Deo ) untuk menyatakan suka cita dan rasa syukurnya karena perbuatan Allah yang luar biasa dalam kehidupannya, namun ia juga duduk, mengoyakkan jubahnya dan bahkan menaburkan abu ke atas kepalanya untuk memohon kepada Allah. Dalam kehidupan beribadah, kita pun dapat melihat bahwa tradisi Pentakostalisme dan Karismatis, mereka mengakomodasi  gestures dalam penyelenggaraan ibadah-ibadah mereka. Ada tepuk tangan, acungan tangan, melompat dan lain-lain yang mengekspresikan kerinduan hidup beribadah dalam gerakan. Sebenarnya, dalam tradisi GKI, kita pun tidak asing dengan “gerak dan lagu”. Kita perhatikan dalam ibadah-ibadah kita, tatkala anak-anak kita di Sekolah Minggu menyanyikan suatu lagu, ada gerakannya. Demikian pula dalam kebaktian Remaja atau persekutuan Pemuda, ada! Di Kebaktian Umum? Ada!  Biasanya baru paduan suara, vocal group, atau solo vocal  yang mengakomodir gestures ini. Oleh karena itu, secara teologis-liturgis sebenarnya “gerak” dan “tari” bukanlah hal yang tabu, namun justru adalah hal yang perlu diolah dalam pelaksanaannya untuk membantu umat dalam menghayati ibadah yang mereka lakukan.

Tarian liturgi dapat digunakan dalam:

1.       Prosesi masuk dan keluar, pembukaan atau pengutusan, Penyerahan Alkitab untuk dibacakan, persembahan, penyerahan alat-alat Perjamuan Kudus
2.       Pelayanan Firman : Injil atau Pengakuan Iman
3.       Doa
4.       Meditasi
5.       Perayaan

Dalam ibadah-ibadah di Bulan Keluarga ini kita akan “menambahkan” setidaknya 2 ( dua ) bentuk tarian ibadah , yaitu bergandengan tangan dan pada bagian “Doa Bapa Kami”. Sikap “bergandengan tangan” mau menekankan tema Bulan Keluarga tahun 2012 ini “Indahnya Persaudaraan dalam Ikatan Kasih”. Selain kita akan beribadah bersama-sama sebagai satu keluarga, kita pun “diikat” dengan diekspresikan melalui gesture bergandengan tangan.  Sikap ini akan kita lakukan di setiap Ibadah Minggu. Di Ibadah Penutupan, baru kita akan “mengiringi” nyanyian “Doa Bapa Kami” dengan gerakan yang akan dilatihkan di awal sebelum kebaktian dimulai, dan akan dipandu para pemuda kita yang telah berlatih terlebih dahulu selama ini. Dengan penambahan dua bentuk tarian liturgis ini diharapkan iabadah-ibadah kita di Bulan Keluarga ini menjadi “semakin hidup” dan setiap kita dapat semakin menghayati makna persaudaraan kita di dalam ikatan kasih Kristus, entahkah sebagai suatu keluarga secara biologis ( ayah, ibu, dan anak-anak ), maupun sebagai satu keluarga besar GKI Taman Majapahit.

Selamat beribadah, selamat mengalami ikatan dalam kasih Kristus! Tuhan memberkati kita semua, dan kita boleh dipakai-Nya menjadi berkat bagi keluarga, gereja, dan sesama kita.