Penggunaan
kitab Mazmur sebagai buku nyanyian telah dikenal sejak jaman Perjanjian Lama
sampai kini. Menyanyikan Mazmur dipandang sebagai hal penting dalam ibadah,
seperti diungkapan oleh tokoh gereja, John Chrysostom (347-407 M) yang mengatakan
bahwa Mazmur itu menyenangkan, berguna, kudus dan merupakan dasar filosofi,
karena syairnya membersihkan jiwa dan Roh Kudus menyentuh orang yang
menyanyikannya. Martin Luther pun menyatakan bahwa, Mazmur yang syair-syairnya
penuh kata-kata yang dipakai orang-orang kudus untuk menyapa Tuhan, membuat mereka
berbicara kepada Tuhan dengan nada dua kali lipat lebih kuat dari pada bila memakai kata kata mereka sendiri.
Kitab
mazmur dapat dipakai sebagai materi/ dasar pemberitaan Firman, namun dapat pula
dipakai untuk berdoa. Cara yang paling efektif dan lazim untuk memakai mazmur
untuk berdoa adalah dengan menyanyikannya.
Menyanyikan
Mazmur bukanlah hal baru di GKI. Telah lama kita mewarisi Nyanyian Mazmur
Jenewa (Genevan Psalter) yang dulu dimuat dalam buku “Mazmur dan
Nyanyian Rohani.” Sebagai karya musik yang telah berusia lebih dari lima abad
dan dipakai luas di Gereja-gereja Reformasi, Mazmur Jenewa memiliki tempat yang
tidak tergantikan dalam khasanah nyanyian jemaat dan masih layak dipergunakan
dalam Kebaktian Minggu, sekalipun banyak jemaat kini tidak lagi memakainya.
Seiring
dengan dipergunakannya leksionari dalam Kebaktian Minggu GKI, dimana setelah
Bacaan Pertama umat diminta merespon atau menanggapi dengan sebuah Mazmur,
dibutuhkan jenis nyanyian Mazmur agar jemaat dapat merenungkan keindahan
syairnya, kemudian memberi respon dengan menyanyikan refreain, misalnya.
Nyanyian Mazmur tanggapan (responsorial psalm) yang digubah khusus untuk
merespon Bacaan Pertama. Penggubahan nyanyian mazmur tanggapan ini untuk
melengkapi atau memperkaya koleksi nyanyian Mazmur yang telah kita miliki sejak
lama. Menyanyikan Mazmur menjadi sangat indah jika pujian ini menjadi tanggapan
jemaat akan pembacaan Firman Tuhan. Dengan demikian akan membawa pengaruh yang
besar bagi jemaat yang akan terus menggema didalam sebuah pujian.
Menyanyikan
mazmur dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Responsorial, yaitu dengan cara
teks mazmur dinyanyikan secara berbalasan antara cantor (pemimpin) dengan
jemaat.
2. Mendaras (chanting), cara
ini dinyanyikan berbalasan antara cantor dan jemaat sesuai dengan pola nada,
dimana syair mazmur diberi tanda notasi yang biasanya terdiri dari 4 atau 8
nada,kemudian dinyanyikan secara berbalasan. Kelehihan dari mendaras ini adalah
kita tidak perlu mengubah teks mazmur. Kalimat yang pendek maupun panjang dapat
dinyanyikan hanya dengan 4 nada.
3. Metrikal Psalm, cara ini syairnya
diolah menjadi puisi bermetrik (memiliki jumlah suku kata dengan pola tertentu
ditiap baitnya)
4. Metrikal-Responsorial. Dengan
cara teks mazmur dibuat menjadi nyanyian bermetrik (seperti Mazmur Jenewa)
namun diberi refrain. Cantor menyanyikan teks Mazmur bermetrik, lalu umat
merespon dengan menyanyikan refrain pendek.
(Dikutip dari buku “Musik dalam Ibadah” Komisi Liturgi
dan Musik Sinode GKI, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar